Langsung ke konten utama

Astronomer Temukan Jenis Komet Baru


Dilansir dari situs kompas.com, para astronom baru saja menemukan sebuah komet baru. Menurut Minor Planet Center, Minggu (11/11/2018), komet ini pertama kali dilaporkan oleh Don Machholz.

Machholz mengamati komet tersebut secara visual pertama kali pada Rabu (07/11/2018) lalu atau sekitar Kamis (08/11/2018) dengan waktu Indonesia.
Dua pengamat Jepang, Shigehisa Fujikawa dan Masayuki Iwamoto, secara terpisah juga melihat obyek yang sama di waktu yang sama pula.
Temuan ini kemudian ditindaklanjuti oleh para astronom lainnya. Salah satunya oleh astronom amatir Indonesia, Marufin Sudibyo.
"Saat itu magnitudonya +10, sekarang sudah + 8," ungkap Marufin kepada Kompas.com, Senin (12/11/2018).

"Nampaknya bakal terang," imbuh Marufin.
Ketika ditanya apakah komet tersebut akan melintas di dekat Bumi, Marufin menjelaskan bahwa benda antariksa itu berjarak lumayan jauh.
"Tapi perihelion (garis edar terdekat Matahari)-nya mencapai orbit Mekurius," ujar Marufin melalui pesan singkat.
"Bakal cukup terang, kalau (komet itu) nggak keburu hancur," tegasnya.

Terlihat dari Indonesia
Dia juga menjelaskan bahwa bahwa deklinasi (koordinat ekuator) komet ini negatif.
"Artinya mudah dilihat dari belahan Bumi selatan," tutur Marufin.
"Deklinasi maksimal -19, artinya dari kawasan garis khatulistiwa pun bisa terlihat hingga ketinggian 71 derajat. Cukup tinggi," tambahnya.
Meski terlihat dari Indonesia, Marufin menjelaskan bahwa komet ini merupakan jenis teleskopik. Dengan kata lain, komet ini tidak bisa teramati dengan mata telanjang.

Namun, bagi Anda yang ingin mengabadikan komet baru ini, Marufin memberikan sedikit tips.
"Potret menggunakan kamera DSLR dengan lensa 50 mm atau lebih besar," katanya.
Marufin juga sempat membuat simulasi waktu terbaik pengamatan komet ini. Sayangnya, hasil simulasi tersebut mengecewakan.
"Komet ini hanya bisa dilihat di saat fajat antara 12 hingga 22 November mendatang," kata Marufin.
"Selepas itu nggak nampak sama sekali dari Indonesia," tegasnya.
Dia menjelaskan pengamatan terbaik untuk komet ini adalah pukul 04.00 WIB.
"(Posisinya) ada di sisi utara Venus," ujar Marufin.
"Tapi dari hari ke hari posisinya makin menurun atau ketinggiannya makin rendah," jelasnya.
Untuk membedakan dengan benda langit lainnya, Anda bisa mengamati cahaya komet yang difus atau bukan titik cahaya tegas.
Agar lebih jelas, Marufin memberikan hasil jepretan komet yang disebut C/2018 V1 itu.


Pada gambar tersebut, terlihat komet ini berdampingan dengan bintang gamma Virgo (Porrima) pada magnitudo +3. Marufin menjelaskan bahwa foto ini diambil pada Senin (12/11/2018) di Jepang.
"Astrofotografernya hanya pakai kamera DSLR Canon EOS 60Da dan lensa tele 200 mm. ISO 12800, eksposur 10 detik," tuturnya.
"Nama astrofotografer tersebut adalah Shozo Sasaoka, seorang astronom amatir," jelasnya.

Komet Lain
Marufin juga menjelaskan bahwa bulan Desember mendtang akan ada dua komet terang. Pertama adalah komet ini yang diperkirakan akan memiliki magnitudo +7 pada Desember mendatang.
Kedua adalah komet Wirtanen yang memiliki magnitudo +3.5. Menurut teorinya, komet Wirtanen bisa dilihat tanpa alat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biografi Ahli Falak Indonesia : Dr. KH. Ahmad Izzuddin, M.Ag

Dr. H. Ahmad Izzuddin, M. Ag, lahir di kudus, pada tanggal 12 Mei 1972,  Ia adalah putra ke Tujuh dari pasangan almarhum H. Maksun Rosyidie dan almarhumah Hj. Siti Masri’ah Hambali. Ahmad izzuddin memulai pendidikannya di salah satu sekolah dasar Negeri  1 Jekulo Kudus dan lulus pada tahun 1985, kemudian melanjutkan sekolah menengah pertamanya di kudus pula dan lulus pada tahun 1988, setelah lulus beliau nyantri di salah satu pondok pesantren Al-Falah Ploso Mojo Kediri sambil melanjutkan di Madrasah Aliyah Al-Muttaqien Ploso Mojo kediri dan lulus pada tahun 1991. Dan setelah lulus, Ahmad Izzuddin melanjutkan S.1 di Fakultas Syari’ah Institut Agama Negeri (IAIN) Walisongo Semarang pada tahun 1993 – 1997, dan melanjutkan program pasca sarjana   S.2   IAIN Wali Songo Semarang pada tahun 1998 – 2001, setelah itu  mengikuti shortcourse akademik di NUS (Nasional Universitas of Singapura) yang di selenggarakan oleh kemenag Ri tahun 2010 dan meraih...

Biografi Ahli Falak Indonesia : KH. Selamet Hambali

Slamet Hambali, lahir pada tanggal 5 Agustus 1954 di sebuah desa terpencil di Kabupaten Semarang. Tepatnya di Dusun Bajangan Desa Sambirejo Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. Slamet Hambali hidup dalam keluarga yang sederhana, ia tumbuh menjadi pribadi yang santun dan cerdas. Hal ini tak lepas dari peranan kedua orang tuanya KH. Hambali dan Ibu Juwairiyah, yang senantiasa memberikan perhatian dan mendidiknya sejak dini. Dari ayahandanya inilah Slamet Hambali pertama kali mengenal ilmu falak. Satu hal yang membuat ia tertarik terhadap falak adalah bahwa seorang ahli falak itu dapat mengetahui kapan daun akan jatuh dari tangkainya meskipun hingga kini tidak ditemukan rumusan yang jelas dalam ilmu falak. Slamet Hambali terlahir sebagai anak kedua, dari lima bersaudara. Kakanya bernama H. Ma’sum yang masih tinggal menemani sang ibu di Salatiga. Adik-adiknya bernama Siti Fatihah, Siti Mas’udah dan Mahasin yang juga masih tinggal di daerah Salatiga.  Di lingkungan masyara...

Biografi Ahli Falak Indonesia : KH. Noor Ahmad Jepara dan Karya-karyanya

    KH. NOOR AHMAD JEPARA      (14 Desember 1932 – 20 Juni 2012) Terlahir di Robayan, Jepara pada tahun 1930 Nur Ahmad memulai pendidikannya di kampung halamannya sendiri, sebelum ia kemudian bersekolah ke Madrasah Taswiquth Thullab (TBS) Kudus. Selama belajar di TBS memang belum nampak keahliannya sebagai santri yang hebat. Namun selama belajar di TBS inilah Nur Ahmad mulai berkenalan dengan pelajaran falak dan berguru secara pribadi (sorogan) kepada KH Turaichan Kudus dengan memakai rubu’ (alat ukur berbentuk seperempat lingkaran) dan metode logaritma. Nur Ahmad belajar privat (sorogan) falak karena ia menyukai matematika. Menurut penuturannya, Nur Ahmad menekuni pelajaran falak ketika duduk di bangku tsanawiyah TBS (SMP). Tingkatan tertinggi, karena waktu itu belum ada tingkat Aliyah (SMU). Waktu itu di Jepara, madrasah setingkat SMP pun belum ada. Di rumah, Nur Ahmad belajar mencocokkan arloji. Karena terlalu sering diubah-ubah, maka arlojinya pun se...